Mengenal Laksamana Malahayati

advertise here
Foto: Simeulue Desain
Laksamana Malahayati

Laksamana Keumala Hayati atau Po Cut Nyak Laksamana Keumala Hayati. Dia seorang perempuan pertama di dunia yang berpangkat laksamana penuh, pembesar Kesultanan Aceh Darussalam. Saat itu orang Eropa masih memandang rendah kaum perempuan.

Laksamana Keumala Hayati adalah cucu pendiri Kesultanan Aceh Darussalam Sultan Ali Mughayatsyah. Ayahnya petinggi tentara laut yang syahid saat berperang melawan pasukan Portugis. 

Selain menguasai bahasa ibunya bahasa Aceh dan Melayu, Laksamana Keumala Hayati fasih berbicara dan menulis dalam bahasa Arab, Turki, Inggris, Perancis dan Spanyol. Ia memikul tanggung jawab memimpin 60.000 marinir dan 400 kapal perang saat menjaga Kedaulatan Aceh Daussalam yang saat itu terganggu oleh armada laut koalisi Eropa pimpinan Portugis di perairan Selat Malaka. Ia yang meminta Tuha Peuet Kesultanan Aceh Darussalam untuk memakzulkan Sultan Ali Riayat Syah yang tak berbakat dan mengangkat Darmawangsa untuk menjadi Sultan Aceh Darussalam yang kemudian bergelar Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam (1607-1636 M).

Selama ini kita kenal Laksamana Keumala Hayati sebagai seorang laksamana perang. Kehebatannya yang paling banyak disebut adalah kemampuan menyusun strategi dan memimpin pasukan perang yang hampir tidak bisa dibandingkan dengan panglima perang atau laksamana lelaki manapun dari negara di dunia saat itu. 

Namun masih banyak data tentang kelebihan Laksamana Keumala Hayati belum dikabarkan. Perempuan tangguh ini lahir dalam kapal laut, dan wafat dalam usia tua di atas geladak kapal laut, di pangkuan Sultan Iskandar Muda. Laksamana Keumala Hayati berhasil menciptakan tokoh besar Sultan Iskandar Muda. 

Pada masa itu ada sebutan Ma’had Baitil Maqdis. Ma’had Baitil Maqdis adalah universitas kemiliteran terbesar di Asia Tenggara saat itu yang dibangun oleh Kesultanan Aceh Darussalam bekerja sama dengan Khalifah Turki Usmani pada masa Sultan II Selim. Itu dibangun setelah tibanya rombongan besar utusan Turki dibantu oleh kafilah Aden, Hadramaut, Yaman dan Mekkah yang berlayar ke Aceh dengan 70 kapal besar.

Rombongan itu menyertakan 300 ahli perang dan ahli senjata, karena Sultan II Selim memenuhi permintaan Duta Besar Aceh Darussalam Panglima Nyak Dum yang diutus Sultan Aceh Darussalam. Peristiwa kedatangan duta besar Aceh ke Turki ini dikenal dengan Lada Sicupak.

Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sekutu terbesar Turki Usmani di Asia Tenggara dengan diberi hak mengibarkan bendera kekhalifahan saat menghalau penguasaan Asia Tenggara oleh pasukan Persekutuan Kristen Eropa pimpinan Portugis. Bendera yang berwarna dasar merah pekat tersebut akhirnya jadi bendera resmi Kesultanan Aceh Darussalam. Bendera tersebut kemudian ditambah garis hitam putih oleh Hasan Tiro saat menyatakan Gerakan Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976.

Sumber : http://belokkirikanan.blogspot.com/
BERIKAN KOMENTAR ()